Ada cerita yang menceritakan asal mula aksara Jawa, ceritanya seperti berikut.
Aksara
Ha Na Ca Ra Ka adalah aksara yang digunakan di tanah jawa dan sekitarnya seperti di madura, bali, lombok dan juga daerah sunda.
Aksara Ha Na Ca Ra Ka juga disebut aksara Jawa tetapi sejatinya istilah itu kurang pas dikarenakan aksara Jawa bentuknya banyak selain itu juga aksara ini tidak hanya digunakan untuk menulis bahasa Jawa saja. Aksara ini digunakan untuk menulis bahasa Sansekerta, bahasa Arab, bahasa Bali, Bahasa Sunda, bahasa Sasak dan juga bahasa Melayu. Tetapi dalam artikel ini istilah aksara Jawa dan aksara Ha Na Ca Ra Ka digunakan dua – duanya, dan apabila ada istilah aksara Jawa maka yang dirujuk adalah aksara Ha Na Ca Ra Ka.
Aksara Ha
Na Ca Ra Ka tergolong aksara jenis abugida atau hibrida, antara aksara
silabik dan alfabet. Aksara silabik adalah dalam setiap aksara juga mengandung
salah satu suara. Ha Na Ca Ra Ka termasuk keluarga aksara brahmi yang
berasal dari tanah hindhustan. Dan bentuknya, aksara Ha Na Ca Ra
Ka dari awal mulanya sama seperti yang sekarang sejak abad 17.
Istilah Ha
Na Ca Ra Ka diambil dari 5 huruf awal aksara itu. Urutan dasar aksara ini
ada 20 dan melambangkan semua fonem bahasa jawa. Urutan aksaranya adalah
sebagai berikut :
Ha Na
Ca Ra Ka
Da Ta
Sa Wa La
Pa Dha
Ja Ya Nya
Ma Ga
Ba Tha Nga
Urutan
ini juga bisa dibaca menjadi kalimat-kalimat :
Hana
caraka maknanya adalah ada utusan
Data
sawala maknanya adalah saling bertengkar
Padha
jayanya maknanya adalah sama kuatnya
Maga
bathanga maknanya adalah akhirnya sama-sama mati
Urutan
kalimat ini dibuat menurut legenda bahwa aksara jawa itu dibawa oleh Aji saka
dari tanah hindhustan ke tanah Jawa. Kemudian aji saka mengarang urutan
aksara seperti ini untuk mengenang 2 pembantunya yang setia sampai mati : Dora
dan Sembada.
Keduanya
mati karena tidak bisa membuktikan perintah dari ratunya. Karena hal ini maka
aji saka menciptakan aksara hanacaraka supaya bisa untuk menulis surat.
Ceritanya
sebagai berikut :
Diceritakan
di jaman dahulu kala ada orang dari tanah hindhustan muda yang bernama aji
saka. Dia adalah putra raja, tetapi ingin menjadi Pendeta yang bijaksana dan
pintar. Kesenangannya membagi ilmu yang beraneka ragam. Dirinya kemudian ingin
pergi untuk membagi ilmunya di tanah jawa. Kemudian di suatu hari, aji saka pergi
ke tanah jawa dengan para abdinya yang berjumlah empat bernama Duga, Prayoga,
dora dan sembada. Setelah sampai di pulau majethi kemudian beristirahat. Aji
saka kemudian meninggalkan dua abdinya yaitu dora dan sembada di pulau itu.
Sedangkan aji saka dengan doga dan prayoga mau menjajah tanah jawa dahulu. Dora
dan sembada diingatkan tidak boleh pergi dari situ. Selain itu, dua abdi tadi
diberikan amanah untuk menjaga keris pusakanya, disuruh untuk merawat, dan
tidak boleh dikasihkan keada siapa saja. Aji saka kemudian melanjutkan
perjalanan dengan dua abdinya yang lain ke tanah jawa. Merka kemudian sampai di
negara mendhang kamolan. Raja dari negara ini memliki nama prabu dewata
cengkar. Sang raja ini senang makan daging orang. Rakyatnya banyak yang takut kemudian
pindah ke negara lain. Patihnya bernama kyai tengger.
Diceritakan
aii saka in medhang kamolan menjadi guru, orang-orang banyak yang menjadi
muridnya. Para muridnya senang terhadap aji saka karena dia suka menolong. Pada
saat itu, aji saka tinggal di rumah nyai randha sengkeran dan dijadikan anak
olehnya. Patih dan istrinya nyai randha adalah salah satu murid aji saka.
Di
suatu hari prabu dewata cengkar marah sekali karena tidak ada lagi orang yang
bisa dimakan. Aji saka kemudian mau menjadi korban untuk dimakan sang raja. Si
nyai randha sangat sedih sekali dan kaget akan hal ini. Tetapi, aji saka
menenangkan agar tidak usah khawatir tentang dirinya, karena dia tidak akan
mati. Kemudian aji saka diantar ke hadapan raja dewata cengkar. Prabu dewata
cengkar sebenarnya merasa senang dengan aji saka dengan ingin mengangkatnya
sebagai priyayi, tetapi aji saka menolaknya. Ada satu permintaanya sebelum
dimakan, yaitu dia ingin tanah seluas ikat rambutnya. Dan yang mengukur adalah
sang prabu sendiri. Sang prabu akhirnya menyetujuinya. Kemudian ikat aji saka
dilepas, dan ikat nya itu semakin panjang saja, menjadi panjang dan lebar.
Panjangnya sampai berakhir di laut selatan, setelah sudah sampai di laut
selatan, ikat tersebut dia hentakan. Sang prabu menjadi tercebur dan masuk ke
laut selatan dan kemudian berubah menjadi buaya putih yang menjadi penunggu
laut selatan.
Mendengar
hal ini, warga di mendhang kamulan merasa sangat bahagia, karena sang raja yang
ditakuti sudah tidak ada. Dari permintaan orang banyak aji saka kemudian
menjadi raja di medhang kamulan yang bergelar Prabu jaka, juga disebut prabu
widayaka. Dan patihnya tetap pating tengger, kemudian doga dan prayoga
dijadikan bupati, yang berjuluk tumenggung duduga dan tumenggung prayoga. Sang
prabu kemudian berusaha memanggil dora lan sembada untuk bisa berkumpul lagi.
Sang prabu memerintahkan duduga dan prayoga untuk menyampaikan berita ini
kepada dora lan sembada.
Diceritakan
ternyata dora dan sembada sudah mendengar bahwa tuannya aji saka sudah menjadi
raja di medhang kamulan. Si dora kemudian mengajak sowan, tetapi sembada tidak
mau karena takut akan perintah yang sudah diamanatkan dahulu bahwa tidak boleh
kemana-mana dari pulau majethi kalau tidak dipanggil. Si dora tetap mau nekat
sowan sendiri. Kemudian dia berangkat diam-diam dan ketika di jalan dia bertemu
dengan duduga dan prayoga, dua utusan tadi kemudian diajak pulang oleh si dora
meskipun si sembada tidak mau. Sampai akhirnya mereka bertiga kemudian bertemu
kembal dengan sang prabu. Sang prabu menanyakan si sembada ada dimana dan
dijawab bahwa dia tidak mau diajak. Mendengar hal ini, sang prabu sangat marah
sekali dan lupa perintahnya dahulu kala. Kemudian si dora diperintahkan untuk
menjemput si sembada, apabila tetap tidak mau sang prabu memerintahkan untuk
dihabisi saja dan kerisnya dikembalikan. Dora langsung berangkat. Di pulau
majethi sudah bertemu dengan sembada, dora bicara bahwa dia baru saja sowan
tuannya, dan sekarang dia mendapat tugas untuk membawa sembada dan disuruh
membawa juga keris pusaka sang prabu. Akan tetapi sembada tidak percaya dengan
omongan si dora, kemudian mereka saling adu mulut. Lama – kelamaan mereka
kemudian menjadi berkelahi, dan mereka tidak ada yang kalah karena sam kuatnya.
Sampai akhirnya mereka menggunakan kerisnya dan saling membunuh. Akhirnya
mereka berdua mati karena sama kuatnya.
Di
medhang kamolan sang prabu menanti kedatangan dora. Karena sudah lama tapi
belum datang-datang, akhirnya sang prabu memerintahkan duduga dan prayoga untuk
menyusul dora pergi ke pulau majethi. Setelah mereka sampai di pulau majethi,
mereka terkaget-kaget melihat dora dan sembada sudah mati semuanya. Dan pusaka
keris sang prabu berada disamping mayat mereka berdua. Duduga dan prayoga
kemudian kembali lagi ke kerajaan dan memberitakan keadaan dora dan sembada
sekarang. Sang prabu sangat terkejut mendengar laporan ini, bahwa memang
semuanya dikarenakan kelalaianya sendiri yang lupa akan perintahnya dulu. Sang
prabu akhirnya membuat aksara jawa untuk mengingat 2 abdinya yang sangat setia
dan patuh terhadapnya itu.